Bagaimana mengelola kelas yang baik dan apa hambatan

Posted Posted by Penyedia-Layanan in Comments 0 komentar

1 Bagaimana mengelola kelas yang baik dan apa hambatan-hambatannya ?

Jawaban : 
Pengelolaan kelas berbeda dengan pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut dalam suatu pembelajaran. Sedangkan pengelolaan kelas lebih berkaitan dengan upaya-upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar (pembinaan rapport, penghentian perilaku peserta didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran, penyelesaian tugas oleh peserta didik secara tepat waktu, penetapan norma kelompok yang produktif), didalamnya mencakup pengaturan orang (peserta didik) dan fasilitas.

Terdapat dua macam masalah pengelolaan kelas, yaitu :
1. Masalah Individual :
  • pola perilaku mencari perhatian
  • pola perilaku menunjukkan kekuatan
  • pola perilaku menunjukkan balas dendam
  • peragaan ketidakmampuan

Keempat masalah individual tersebut akan tampak dalam berbagai bentuk tindakan atau perilaku menyimpang, yang tidak hanya akan merugikan dirinya sendiri tetapi juga dapat merugikan orang lain atau kelompok.

2. Masalah Kelompok :
  • Kelas kurang kohesif, karena alasan jenis kelamin, suku, tingkatan sosial ekonomi, dan sebagainya.
  • Penyimpangan dari norma-norma perilaku yang telah disepakati sebelumnya.
  • Kelas mereaksi secara negatif terhadap salah seorang anggotanya.
  • “Membombong” anggota kelas yang melanggar norma kelompok.
  • Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas yang tengah digarap.
  • Semangat kerja rendah atau semacam aksi protes kepada guru, karena menganggap tugas yang diberikan kurang fair. Kelas kurang mampu menyesuakan diri dengan keadaan baru.

Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan

Behavior – Modification Approach (Behaviorism Apparoach)

Asumsi yang mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa perilaku “baik” dan “buruk” individu merupakan hasil belajar. Upaya memodifikasiperilaku dalam mengelola kelas dilakukan melalui pemberian positive reinforcement (untuk membina perilaku positif) dan negative reinforcement (untuk mengurangi perilaku negatif). Kendati demikian, dalam penggunaan reinforcement negatif seyogyanya dilakukan secara hati-hati, karena jika tidak tepat malah hanya akan menimbulkan masalah baru.

2. Jika ada bayi yang menjadi penumpang pesawat terbang, Pramugari akan meminta ibu bayi menutup telinga  bayi dengan kapas, jelaskan mengapa hal tersebut dilakukan?

Bayi sebenarnya tidak dilarang untuk melakukan perjalanan udara maupun yang lainnya, tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para orang tua yang mengajak bayinya dalam perjalanan terutama perjalanan udara. Antara lain menutup telinga bayi dengan kapas tipis untuk menghindari kebisingan pesawat, memberikan susu saat pesawat take off dan landing (agar saluran dari telinga dan mulut tetap terbuka) untuk menghindari kerusakan gendang telinga bayi, juga selalu waspada akan perubahan suhu yang timbul didalam pesawat.

Bila usia bayi kurang dari 3 bulan dan dalam keadaan sehat, pihak penerbangan meminta surat keterangan dokter kalau bayi tersebut dalam keadaan sehat dan diijinkan untuk naik pesawat. Karena pihak penerbangan tak mau mengambil risiko bila terjadi gangguan kesehatan pada bayi saat penerbangan atau sesudah penerbangan. Misalnya gangguan pendengaran atau lainnya.

3. Bagaimana cara menghadapi anak yang distrabilitas,yang mungkin ada di kelas anda?
Jawaban : 

Tolok ukur keberhasilan seorang guru dapat ditentukan berdasarkan sikap dan perilaku anak-anak didiknya.  Sebagai pendidik, seorang guru akan merasa berhasil apabila anak-nak didiknya mau bekerjasama dalam proses belajar mengajar. 

Makna kerjasama adalah bersama-sama melakukan tugas dalam rangka proses pembelajaran.  Tetapi adakalanya sikap dan perilaku anak-anak didik menyebabkan seorang guru tidak tahan dan ingin cepat-cepat menyelesaikan sesi pembelajarannya. 
Sebenarnya sikap dan tingkah laku anak-anak yang tidak mau bekerjasama merupakan dampak permasalahan dalam proses perkembangannya.  Banyak anak yang bahkan harus kehilangan masa kanak-kanaknya karena orang tua yang sibuk.  Sementara anak-anak lainnya dibesarkan oleh pengasuh(nanny).  Anak-anak itu diharuskan mandiri sebelum waktunya, akibatnya mereka mengalami stress atau bahkan depresi.

Apa yang harus dilakukan seorang guru? Sebagai seorang pendidik di sekolah, guru dituntut berperan sebagai orang tua.  Seorang guru harus mengerti bahwa dimanapun anak-anak berada, baik di sekolah maupun di rumah, tidak banyak bedanya.  Berikut adalah tujuh opsi yang sangat bermanfaat dan efektif untuk diterapkan di rumah maupun di sekolah.

  1. Memberi penjelasan apabila ada masalah atau kejadian insidentil di kelas.  Misalnya, seusai kelas melukis ada cat air yang tumpah di lantai. Sebaiknya seorang guru berkata,”Lihat, di lantai ada tumpahan cat air”. Atau ketika guru mendapatkan kertas ujian tanpa nama. Sebaiknya seorang guru berkata,”Kenapa saya dapat kertas yang tidak ada namanya?” Juga apabila anak-anak asik ngobrol di kelas. Seorang guru boleh permisi keluar kelas sebentar untuk kemudian kembali dan mengatakan bahwa suara mereka sangat jelas terdengar sampai hall atau ruangan lain.
  2. Berperan sebagai seorang informan.  Misalnya, suatu hari guru menemukan ada meja yang dicoret atau anak-anak mencoret meja.  Sebaiknya guru mengatakan bahwa meja bukan tempat untuk menuliskan sesuatu, tetapi kertas.  Atau di kelas komputer ada anak yang menggoreskan sesuatu di atas disket komputer. “Disket komputer tidak bisa lagi dipakai jika tergores atau kotor”.
  3. Memberikan pilihan/opsi.  Misalnya, setelah seorang anak selesai membuat bentuk bangunan dengan balok atau lego, dia tidak mau membereskannya. “ Bagus sekali istana yang kamu buat! Pasti kamu akan membuat istana lagi besok. Kalau begitu kamu boleh menyimpan balok-balok itu di dalam rak yang sudah disediakan atau ke dalam kotak itu”.
  4. Memberi perintah dengan pesan singkat atau satu kata.  Misalnya, seorang anak tidak memulai kalimat dengan huruf besar. Katakan, “Huruf besar!” Atau setelah seorang anak membuka pintu tetapi tidak menutupnya kembali, “ Pintu!”.
  5. Berkomunikasi dengan gerakan atau bahasa tubuh. Misalnya kelas sangat gaduh, seorang guru menempelkan jari telunjuknya ke mulut.
  6. Mengungkapkan perasaan anda.  Misalnya anda sedang menerangkan pelajaran, sementara anak-anak ngobrol. “ Saya merasa sedih dan frustrasi kalau tidak ada yang mau mendengarkan saya”.
  7. Menyampaikan pesan atau perintah melalui tulisan.  Misalnya guru menyediakan kotak dimana tugas-tugas dikumpulkan; di kotak tersebut dituliskan pesan “ Akan lebih baik kalau mencantumkan nama dan tanggal”.


4. Faktor kesulitan belajar yang bersifat primer dan sekunder ? 
Jawaban : 

Masalah belajar merupakan salah satu masalah penting yang timbul pada anak usia sekolah, mencakup masalah yang timbul saat belajar di sekolah maupun di luar sekolah. Anak dengan kesulitan belajar mempunyai intelegensi yang bervariasi. Banyak anak dengan Intellegence Quotient (IQ) umumnya normal bahkan tinggi mempunyai prestasi belajar yang rendah. Ini disebabkan oleh banyak faktor seperti motivasi yang kurang, gangguan emosi dan situasi keluarga yang tidak mendukung.

Anak berkesulitan belajar yang disebabkan oleh faktor lingkungan sangat sulit untuk didokumentasikan. Meskipun demikian sering dijumpai adanya masalah dalam belajar yang disebabkan oleh faktor lingkungan seperti guru-guru yang tidak mempersiapkan program pengajarannya dengan baik atau kondisi keluarga yang tidak menunjang. Dengan demikian, lingkungan yang menyebabkan timbulnya kesulitan belajar pada anak, bukanlah bersifat primer (utama), tetapi lebih banyak bersifat sekunder.

  1. Kondisi fisik, yang meliputi gangguan visual, gangguan pendengaran, gangguan keseimbangan dan orientasi ruang, body image yang rendah, hiperaktif, serta kurang gizi.
  2. Faktor Lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah yang kurang menguntungkan bagi anak, akan menghambat perkembangan sosial, psikologis dan pencapaian prestasi akademis.

Pengalaman yang mengoncangkan jiwa, perasaan tertekan dalam keluarga, dan kesalahan dalam mengajar juga dapat menghambat kemajuan belajar, akan tetapi anak yang mengalami hambatan tersebut tidak disebut anak yang berkesulitan belajar, kecuali faktor lingkungan yang tidak menguntungkan ini mengakibatkan adanya gangguan konsentrasi, memori dan proses berfikir.

3. Faktor Motivasi dan Afeksi
Kedua faktor ini dapat memperberat anak yang mengalami berkesulitan belajar. Anak yang selalu gagal pada satu mata pelajaran atau beberapa mata pelajaran cenderung menjadi tidak percaya diri, mengabaikan tugas, dan rendah diri. Sikap ini akan mengurangi motivasi belajar dan muncul perasaan-perasaan negatif terhadap hal-hal yang berhubungan dengan sekolah. Kegagalan ini dapat membentuk pribadi anak menjadi seorang pelajar yang pasif (tak berdaya).

4. Kondisi Psikologis
Kondisi psikologis (yang berhubungan dengan perkembangan anak berkesulitan belajar) ini meliputi gangguan perhatian, persepsi visual, persepsi pendengaran, persepsi motorik, ketidakmampuan berfikir, dan lambat dalam kemampuan berbahasa1. Kondisi fisik, yang meliputi gangguan visual, gangguan pendengaran, gangguan keseimbangan dan orientasi ruang, body image yang rendah, hiperaktif, serta kurang gizi.

2. Faktor lingkungan
Lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah yang kurang menguntungkan bagi anak, akan menghambat perkembangan sosial, psikologis dan pencapaian prestasi akademis.
Pengalaman yang mengoncangkan jiwa, perasaan tertekan dalam keluarga, dan kesalahan dalam mengajar juga dapat menghambat kemajuan belajar, akan tetapi anak yang mengalami hambatan tersebut tidak disebut anak yang berkesulitan belajar, kecuali faktor lingkungan yang tidak menguntungkan ini mengakibatkan adanya gangguan konsentrasi, memori dan proses berfikir.

3. Faktor Motivasi dan Afeksi
Kedua faktor ini dapat memperberat anak yang mengalami berkesulitan belajar. Anak yang selalu gagal pada satu mata pelajaran atau beberapa mata pelajaran cenderung menjadi tidak percaya diri, mengabaikan tugas, dan rendah diri. Sikap ini akan mengurangi motivasi belajar dan muncul perasaan-perasaan negatif terhadap hal-hal yang berhubungan dengan sekolah. Kegagalan ini dapat membentuk pribadi anak menjadi seorang pelajar yang pasif (tak berdaya).

4. Kondisi Psikologis
Kondisi psikologis (yang berhubungan dengan perkembangan anak berkesulitan belajar) ini meliputi gangguan perhatian, persepsi visual, persepsi pendengaran, persepsi motorik, ketidakmampuan berfikir, dan lambat dalam kemampuan berbahasa.

Perbedaan antara faktor penyebab (faktor primer) dan faktor yang memperberat (faktorsekunder) merupakan hal yang mendasar dalam melakukan remidi. Dalam pelaksanaannya harus dianalisis secara cermat mana yang merupakan faktor primer dan mana yang merupakan faktor sekunder.

5. Mengapa orang yang sudah lanjut usia pada umumnya mengalami ganguan pendengaran,Jelaskan ?
Jawaban : 

Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.

Proses penuaan seringkali ditandai dengan menurunnya fungsi berbagai organ tubuh, salah satunya adalah fungsi pendengaran. Sekitar 30-35% orang berusia antara 65-75 tahun akan mengalami gangguan pendengaran secara perlahan lahan akibat proses penuaan yang dikenal dengan istilah presbicusis.

Akibat adanya gangguan pendengaran ini, seringkali orang-orang disekitarnya akan berbicara dengan suara yang lebih lantang dan keras dengan para lansia. Namun demikian bukan berarti semakin keras suara yang  diucapkan akan terdengar lebih baik bagi mereka karena ternyata suara yang terlalu keraspun akan terdengar menyakitkan di telinga mereka.

Mengapa demikian?
Berikut akan kami bahas secara singkat mengenai presbikusis dan penanganannya. Hal ini penting untuk diketahui karena presbikusis yang tidak diatasi dengan baik akan menjadi penghalang utama bagi mereka yang berusia lanjut untuk berkomunikasi dengan sekitarnya, akibatnya timbulah masalah sosial dan depresi yang dapat mengganggu kesehatan mereka.
Mengapa Lansia Mengalami Gangguan Pendengaran?

Penyebab terjadinya presbikusis yang tepat belum diketahui hingga saat ini, namun secara umum diketahui bahwa penyebabnya bersifat multifaktorial. Diduga timbulnya presbikusis berhubungan dengan faktor bawaan, pola makan, metabolisme, atheriosklerosis, diabetes melitus, infeksi, bising, gaya hidup, obat-obatan, dll. Presbikusis umumnya akan menyerang kedua telinga secara perlahan-lahan sehingga orang tersebut tidak dapat menyadari adanya gangguan pendengaran pada dirinya.

Apa Gejala Yang Dialami Penderita Presbikusis?.
  1. Berkurangnya pendengaran secara perlahan dan progresif perlahan pada kedua telinga dan tidak disadari oleh penderita
  2. Suara-suara terdengar seperti bergumam, sehingga mereka sulit untuk mengerti pembicaraan
  3. Sulit mendengar pembicaraan di sekitarnya, terutama jika berada di tempat dengan latar belakang suara yang ramai
  4. Suara berfrekuensi rendah, seperti suara laki-laki, lebih mudah didengar daripada suara berfrekuensi tinggi
  5. Bila intensitas suara ditingikan akan timbul rasa nyeri di telinga
  6. Telinga terdengar berdenging (tinitus)